KEPUASAN KERJA
Definisi
kepuasan kerja.
Kepuasan
Kerja adalah Kondisi psikis yang menyenangkan yang dirasakan oleh pekerja atau pegawai
di dalam suatu lingkungan pekerjaan atas peranannya dalam organisasi dan
kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Dan Kepuasan kerja merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi kepuasan hidup, karena sebagian besar waktu
manusia dihabiskan di tempat kerja.
Beberapa
ahli yang menyatakan tentang kepuasan kerja. Kondisi menyenangkan atau secara
emosional positif yang berasal dari penilaian seseorang atas pekerjaannya atau
pengalaman kerjanya (Setiawan dan Ghozali, 2006:159). Keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya (Handoko, 2001:193). Suatu perasaan positif tentang pekerjaan
seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins
& Judge, 2008:107).
Aspek-aspek
kepuasan kerja.
Anoraga (2009) menyatakan adanya beberapa aspek kepuasan
kerja antara lain:
·
Rasa Aman, adanya kepastian pegawai
untuk memperoleh pekerjaan yang tetap, selama mungkin berada dalam jabatan yang
diharapkan.
·
Kesempatan untuk maju dan berkembang,
adanya kemungkinan dari pegawai untuk maju, naik pangkat, kedudukan dan
keahlian pengalaman.
·
Gaji/ uang, perusahaan yang memberikan
kebanggaan kepada karyawan apabila mereka bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
·
Nama baik di tempat kerja
·
Kesempatan berprestasi dan pengakuan
diri, organisasi yang dapat memberikan kesempatan untuk dapat mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya, sehingga mencapai tingkat kerja yang maskimal.
Dan
menurut ahli yang berbeda, menurut Locke, Aspek aspek kepuasan kerja seseorang
adalah: bidang kerjanya, gajinya, promosi, penghargaan, keuntungan yang
diperoleh. kondisi kerja, supervisi, kerjasama antar pekerjanya, serikat kerja
dan manajemennya.
Faktor-faktor penentu
kepuasan kerja.
Kepuasan kerja adalah sesuatu yang
kompleks dan sulit unit diukur objektivitasnya. Tingkat kepuasan kerja dapat
dipengaruhi oleh rentang yang luas dari variable-variabel yang berhubungan
dengan factor-faktor individu, social, budaya, organisasi, dan lingkungan.
Dan menurut As’ad dalam Dariyo
(2004;83) menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja bagi
seorang individu / karyawan yaitu :
1.
Faktor Fisiologis
Faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
lingkungan kerja ataupun lingkungan fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis
pekerjaan, pengaturan jam kerja, waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, penerangan, dan sirkulasi udara. Sementara itu, kondisi fisik karyawan
meliputi kesehatan karyawan, umur, dan jenis kelamin.
2.
Faktor Psikologis
Faktor
psikologis adalah faktor yang berhubungan dengan aspek - aspek psikologis individu, misalnya
minat, ketenteraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat, inteliegensi, dan
keterampilan/ pengalaman.
3.
Faktor Sosial
Faktor
sosial adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial antara
sesama karyawan (dalam satu bagian ataupun dengan bagian lain), dengan atasan
dan bawahan.
4.
Faktor Finansial
Faktor
finansial adalah faktor yang berhubungan dengan jaminan dan kesejahteraan
karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macam-macam
tunjangan, fasilitas yang diberikan, dan kesempatan promosi.
Konsekuensi Kepuasan
dan Ketidakpuasan Kerja
·
Produktivitas
Karyawan
dengan kepuasan kerja yang tinggi cenderung lebih produktif jika dibandingkan
dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah.
·
Ketidakhadiran (Absenteisme)
Dari
beberapa penelitian didapatkan hasil korelasi negative antara kepuasan kerja
dengan keabsenan, dimana individu yang tidak puas cenderung lebih memiliki
tingkat absensi yang tinggi jika dibandingkan dengan pekerja yang puas.
·
Keluarnya Tenaga Kerja (Turn Over)
Kepuasan
kerja juga berkorelasi negative dengan pengunduran diri atau keluarnya tenaga
kerja. Karyawan dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah cenderung lebih
memilih untuk keluar dari organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
·
Kesehatan
Hasil
penelitian dari Kornhauser menyatakan bahwa untuk semua tingkat jabatan,
persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif
dari kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi.
Kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan
sendiri merupakan tanda dari kesehatan.
·
Agresi
Frustasi
yang menyertai ketidakpuasan kerja dapat mengarah pada perilaku agresif berupa
sabotase, sengaja melakukan kesalahan, mogok kerja, dan lain sebagainya.
Cara mengukur kepuasan
kerja
Ada
beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, diantaranya:
·
Menggunakan skala indeks deskripsi
jabatan (Job Description Index)
Skala
pengukuran ini dikembangkan oleh Smith, Kendall, dan Hullin pada tahun 1969.
Cara penggunaaanya, yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan
mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan, harus dijawab oleh
karyawan dengan menandai jawaban: ya, tidak, ragu-ragu. Dengan cara ini dapat
diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
·
Menggunakan kuesioner kepuasan kerja
Minnesota (minnesota satisfaction questionare),
Pengukuran
kepuasan kerja ini dikembangkan oleh Weiss dan England pada tahun 1967. Skala
ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari
alternatif jawaban: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat
puas terhadap pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan jawaban jawaban tersebut
dapat diketahui tingkat kepuasan kerja karyawan.
·
Pengukuran berdasarkan ekspresi wajah.
Pengukuran
kepuasan kerja dengan cara ini dikembangkan oleh Kunin pada tahun 1955.
Responder diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang, mulai dari gambar
wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut dan sangat cemberut.
Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang
diambil responden.
Hubungan antara
Kepuasan Kerja dengan Semangat Kerja (Morale)
Faktor sumber daya manusia merupakan
tujuan utama dalam Pembangunan perusahaan hal ini di karena hasil kinerja
karyawan Sebagai penentu kelangsungan perusahaanK inerja karyawan merupakan
faktor penting dalam menjalankan sistem perusahaan karena jika karyawan
tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan tersebut akan mengalami kegagalan.
Peningkatan
kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan seperti, peningkatan
kepuasan kerja dan semangat kerja.
Untuk mengetahui kondisi kepuasan kerja
melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan kerja dan
kondisi kerja. Semangat kerja diketahui melalui dimensi semangat kerja yaitu:
tingkat perilaku agresif, perasaan dalam pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan
keterlibatan ego. Sedangkan kinerja karyawan itu sendiri dapat dilihat dari:
kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu, efektifitas, kebutuhan
pengawasan dan interpersonal impor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan kepuasan kerja dan semangat kerja dengan kinerja karyawan.
Pengertian Semangat
Kerja
Definisi dari
semangat kerja telah
banyak diungkapkan menurut
beberapa ahli,
salah
satunya seperti :
1.
Hasibuan (2004:94) dalam bukunya
“Manajemen Sumber Daya Manusia”
Semangat
kerja adalah keinginan
dan kesungguhan seseorang
mengerjakan
pekerjaannya dengan
baik serta berdisiplin
untuk mencapai produktivitas
yang
maksimal.
2.
Nitisemito (1982)
Semangat
kerjaadalah melakukan pekerjaan
secara lebih giat,
sehingga dengan
demikian pekerjaan akan dapat diharapkan
lebih cepat dan lebih baik.
Tingkat Stress
Menurut Rasmun (2004), stress dibagi
menjadi tiga tingkatan. Stress ringan
adalah
stress yang
tidak merusak aspek
fisiologis dari seseorang.
Stress ringan umumnya
dirasakan oleh
setiap orang misalnya
lupa, ketiduran, dikritik,
dan kemacetan. Stress
ringan
biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini
tidak
akan
menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
Stress sedang
dan stress berat
dapat memicu terjadinya penyakit.
Stress sedang
terjadi
lebih lama dari beberapa jam hingga beberapa hari. Contoh dari stressor
yang
dapat
menimbulkan stress sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja
yang
berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam
waktu
yang lama.
Stress
berat adalah stres
kronis yang terjadi
beberapa minggu sampai
beberapa
tahun. Contoh
dari stressor yang
dapat menimbulkan stress
berat adalah hubungan
suami
istri yang tidak harmonis, kesulitan financial, dan penyakit fisik yang lama.
Program, Fungsi dan
Tipe Konseling.
- Program Konseling
Program
konseling adalah satuan
rencana keseluruhan kegiatan
yang
disusun dengan memperhatikan kebutuhan para konseli yang dilaksanakan pada
periode
tertentu. Jenis program
yang dilaksanakan biasanya
terdiri dari tiga
program, yaitu :
1)
Program
tahunan, yaitu mengumpulkan
seluruh kegiatan selama
satu tahun
untuk
masing-masing divisi atau kelas.
2)
Program
bulanan, yaitu mengumpulkan
seluruh kegiatan selama
satu bulan
untuk kurun
bulan yang sama
dengan tahun-tahun sebelumnya
dengan
modifikasi sesuai dengan kebutuhan
konseli.
3)
Program
harian, yaitu program
yang akan dilaksanakan
pada hari-hari
tertentu.
- Fungsi Konseling
Pelayanan
konseling mengemban sejumlah fungsi yang
hendak dipenuhi
melalui pelaksanaan kegiatan konseling.
Fungsi-fungsi tersebut ialah:
1)
Fungsi pemahaman
2)
Fungsi pencegahan
3)
Fungsi penuntasan
4)
Fungsi pemeliharaan.
- Tipe Konseling
Tipe-tipe konseling
dari segi waktu
penanganannya, yaitu proses
pemecahan masalah individu, dimana
mungkin diperlukan waktu
segera atau relative panjang. Pietrofesa dalam
Andi Mapiarre (1992:24)
mengemukakan berdasarkan segi waktunya tipe-tipe
konseling terbagi menjadi
4 (empat) tipe, yaitu :
1)
Konseling krisis
2)
Konseling faselitatif
3)
Konseling preventif
4)
Konseling developmental
Daftar Pustaka:
https://www.academia.edu/23433512/PERAN_DAN_TIPE_KONSELING_Makalah_ini_unt
uk_memenuhi_tugas_dalam_mata_kuliah_Psikologi_Konseling
http://www.e-jurnal.com/2014/03/tujuan-pembinaan-disiplin-kerja.html
eprints.uny.ac.id/7518/3/BAB%202-09409131010.pdf
file.upi.edu/.../Makalah_Kepuasan_Kerja.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25590/4/Chapter%20II.pdf