Hukum
Perdata yang Berlaku dinegara Indonesia
Salah
satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek
hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata
mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti
misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan,
harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata
lainnya.
Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang
kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di
kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda)
berdasarkan asas konkordansi.
Sejarah
Singkat Hukum Perdata
Pertama,
Sebelum Indonesia merdeka sebagaimana negara jajahan, maka hukum yang berlaku
di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama dengan hukum perdata.
Hukum perdata yang di berlakukan bangsa belanda untuk Indonesia mengalami
adopsi dan penjalanan sejarah yang sangat panjang. Pada mulanya hukum perdata
belanda di rancang oleh suatu panitia yang di bentuk tahun 1814 yang di ketuai
oleh Mr.J.M Kempers (1776 – 1824).Tahun 1816,Kempers menyampaikan rencana kode
hukum tersebut pada pemerintah Belanda di dasarkan pada hukum Belanda kuno dan
di beri nama Ontwerp Kempers. Ontwerp Kempers ini di tantang keras oleh
P.Th.Nicolai,yaitu anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan sekaligus menjadi
Presiden Pengadilan Belgia.Tahun 1824 Kempers meninggal,selanjutnya penyusunan
kodifikasi code hukum di serahkan Nicolai.Akibat perubahan tersebut,dasar
pembentukan hukum perdata Belanda sebagian besar berorientasikan pada code
civil Perancis.Code civil Perancis sendiri meresepsi hukum romawi,Corpus
Civilis dari Justinianus.Dengan demikian hukum perdata belanda merupakan
kombinasi dari hukum Kebiasaan/hukum Belanda kuno dan Code Civil Perancis.Tahun
1838,Kodifikasi hukum perdata Belanda Di tetapkan dengan stbl.838.[3] Pada
tahun 1848,kodifikasi hukum perdata belanda di berlakukan di Indonesia dengan
stbl.1848.Dan Tujuh tahun kemudian,Hukum perdata di Indonesia kembali di
pertegas lagi dengan stbl.1919.
Kedua,
Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan
pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa
segala peraturan di nyatakan masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru
menurut UUD termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang berlaku di
Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) di
bidang hukum perdata. Namun, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam
perjalanan sejarahnya mengalami beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang
mana perubahan tersebut di sesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri.
Pengertian
dan Keadaan Hukum di Indonesia
Mengenai
keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka ragam. Factor yang mempengaruhinya antara lain :
1.
Factor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
2.
Factor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi
penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
1. Golongan eropa : hukum perdata dan
hukum dagang
2. Golongna bumi putera (pribumi/bangsa
Indonesia asli) : hukum adat
3. Golongan timur asing (bangsa cina,
india, arab) : hukum masing-masing
Untuk
golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa
berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum
kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan
maupun yang mengenai hukum warisan.
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia
Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu
:
Buku
I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang,
kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak
keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya
telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.
Buku
II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur
hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan
kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda
berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak;
dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk
bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula
bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku
III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut
juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum
di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri
dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang
timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku
IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum
perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sumber
:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia#Hukum_perdata_Indonesia
http://wandiipach.blogspot.co.id/2014/11/berlakunya-hukum-perdata-di-indonesia.html
http://www.kompasiana.com/syaifudinzuhri/sejarah-hukum-perdata-di-indonesia_54f95224a33311ac048b4cda
https://dewimutz.wordpress.com/pengertian-dan-keadaan-hukum-perdata-di-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar