Minggu, 14 Mei 2017

Hukum Perjanjian



Hukum Perjanjian

Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis tanpa berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada konsumen tanpa memerhatikan perbedaan kondisi para konsumen. (Johannes Gunawan)

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi menjadi dua yaitu :

1.   Kontrak standar umum, yaitu yang isinya telah disiapkan terlebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.   Kontrak standar khusus, yaitu kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Macam-macam Perjanjian

1.   Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUH Perdata). Suatu persetujuan dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah

2.   Perjanjian Atas Beban. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam memberikan prestasi tidak imbang. Contoh: Perjanjian pinjam pakai.

3.   Perjanjian Timbal balik. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang. Misal: Perjanjian Jual Beli.

4.    Perjanjian Sepihak. Hanya ada satu hak saja dan hanya ada satu kewajiban saja, contoh: Hibah.

5.   Perjanjian Konsesual. Perjanjian Konsesual adalah perjanjian di mana diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.( Pasal 1338)

6.   Perjanjian Riil. Perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang, contoh: Perjanjian penitipan barang, Perjanjian pinjam pakai.

7.   Perjanjian Formil. Perjanjian yang harus memakai akta nota riil, contoh: jual beli tanah.

8.   Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama. Perjanjian bernama (nomina) adalah perjanjian yang sudah diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT. Perjanjian tidak bernama (innomina) adalah perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPDT, namun perjanjian berkembang dalam masyarakat, contoh: Perjanjian kerja sama, Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.

9.    Perjanjian Obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Perjanjian obligatoir hanya melahirkan hak dan kewajiban saja, pelaksanaannya nanti.

10.         Perjanjian Liberatoir. Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, contoh: Pembebasan Utang.


Syarat Sahnya Perjanjian

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :

1.   Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

2.   Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

3.    Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.

4.    Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.


Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Pembatalan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena :

1.   Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.    Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara finansial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.   Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
4.   Terlibat hukum.
5.   Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.


Prestasi dan Wanprestasi


Prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term” dan “condition” sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Model-model dari prestasi (Pasal 1234 KUH Perdata), yaitu berupa :

1.   Memberikan sesuatu.
2.   Berbuat sesuatu.
3.   Tidak berbuat sesuatu.

Wanprestasi (breach of contract) adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:

1.   Kesengajaan.
2.   Kelalaian.
3.   Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).


Sumber :

http://srirahayu-myblog.blogspot.com/2013/06/hukum-perjanjian.html
http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/
http://zirahahduy.blogspot.com/2013/04/hukum-perjanjian.html
http://sendyego.blogspot.com/2011/05/hukum-perjanjian-standar-kontrak.html
http://www.scribd.com/doc/16733475/Hukum-Perikatan#
http://www.google.co.id/search?q=Lahirnya+Perjanjian&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefox-a
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-16/
http://tulisanadalahtugas.blogspot.com/2011/03/hukum-perjanjian.html
https://sciencebooth.com/2013/05/27/pengertian-prestasi-dan-wanprestasi-dalam-hukum-kontrak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar